Batik
CANG PANAH
Haba Miftah H. Yusufpati
Hari itu, istri dana anak-anak pulang dari department store. Biasa, shopping sekalian rekreasi. Dugaanku, dia bakal membawa oleh-oleh. Benar saja. Selain donald, istriku membelikan baju batik.
“Weleh, batik lagi.”
Tentu saja, itu kata bathin saya. Tak enak rasanya, bilang terus terang kalau saya kurang sreg dengan oleh-olehnya itu. Maka dengan wajah sumringah (dibuat-buat) saya menerima baju batik buah tangan itu.
Soal batik, saya teringat saat pertama kali berkunjung ke Aceh pada 1996-an. Di pasar pakaian, dekat Masjid Raya Baiturrahman, saya membeli tas batik khas Aceh. Begitu sampai di Jakarta, tas untuk isi pakaian itu digandrungi beberapa rekan kerja. Saya sendiri juga suka, maka enggan melepas untuk mereka. Lagi pula, pada saat itu saya tidak pernah membayangkan bakal berkesempatan lagi ke Aceh.
Ternyata tahun lalu, saya berkesempatan lagi ke Aceh. “Mas, katanya, batik Aceh bagus-bagus. Ntar, kalau pulang dari Aceh beli, ya,” pesan istriku.
Saya menjadi teringat tas batik itu.
Baca selengkapnya…